Terjebak dengan Si “Too Good To Be True”?

Terjebak dengan Si “Too Good To Be True”?

Pernah ga sih liat seseorang yang terlihat terlalu “baik” dan “sempurna” untuk nyata? Memang ada yang benar-benar baik, tapi kebanyakan orang yang berperilaku kasar terhadap pasangannya adalah orang yang seringkali justru terlihat sangat menawan, manipulatif dan setidaknya pada awalnya bisa tampak sempurna lho. 

 

Orang yang “Too good to be true” biasanya menawarkan pengalaman baru yang menambah warna pada rutinitas kita yang sudah membosankan. Setiap pesan darinya meningkatkan harapan kita akan janji cinta dan kebahagiaan masa depan yang diproyeksikan oleh fantasi atau imajinasi kita sendiri. 

 

Sesuatu atau seseorang yang too good to be true juga biasanya akan membanjiri kita dengan segala janji manis dan usaha terus menerus untuk membuat kita percaya akan dirinya di awal. Hal ini membuat segalanya terasa cepat, misalnya baru kenal beberapa hari sudah melakukan hal-hal baik yang jauh di luar dugaan hingga kita seringkali bertanya “Beneran ga sih?”

 

Penelitian Emily Pronin, PhD, Associate Professor Psikologi di Universitas Princeton mengungkapkan bagaimana berpikir dengan cepat (tanpa banyak pertimbangan secara objektif) dapat melepaskan sistem dopamin cinta baru di otak yang berkaitan dengan sensasi kesenangan dan penghargaan. Ketika bahan kimia otak yaitu oksitosin dan dopamin dipicu dengan interaksi emosional positif yang berulang secara intens, neurokimia otak kita yang mengatur bonding dan kesukaan kita membajak sistem otak kita. Mereka dapat mematikan naluri "tidak suka" dan “alarm” kehati-hatian kita. Akhirnya reseptor otak kita mulai merasa “kelaparan” jika tidak adanya interaksi berulang dengan sesuatu/ seseorang yang too good to be true itu. 

 

Hal ini penting untuk dipahami karena ketika kecepatan kita membalas pesan darinya meningkat dan perasaan tersipu-sipu atau penasaran membanjiri kita, itu dapat meningkatkan perilaku pengambilan risiko dan seringkali membuat kita tidak sempat berpikir secara objektif untuk menguji kebenarannya. 

 

Maka dari itu, cobalah untuk mundur selangkah dan amati berapa banyak cerita yang perlu dipastikan atau diuji kembali kebenarannya. Ingat bahwa kita perlu memastikan kenyataannya sebelum kita menginvestasikan hati, energi dan waktu kita lebih banyak lagi pada sesuatu atau seseorang yang hanya terkesan sempurna. 

 

Kalau kamu merasa diri kamu memerlukan bantuan psikolog, kamu bisa loh cerita dengan psikolog Klee! Gunakan kode voucher "MULAIDARIKAMU" untuk dapatkan potongan harga sebesar 50%!

 

Referensi :

Yang, K., & Pronin, E. (2018). Consequences of thought speed. Advances in Experimental Social Psychology, 57, 167-222.

Kembali ke blog

Tulis komentar

Ingat, komentar perlu disetujui sebelum dipublikasikan.