Open Relationship, Oke atau Enggak Banget?!
Open relationship bukanlah status individu jomblo yang sedang terbuka ingin menjalin hubungan dengan orang lain, melainkan suatu hubungan yang memperbolehkan masing-masing pasangan, untuk berhubungan seks dengan orang selain pasangannya asal tidak jatuh cinta. Hubungan ini bersifat konsensual, atau terjadi atas persetujuan kedua pihak dalam pasangan tersebut.
Tentunya hubungan jenis ini menjadi hal yang tabu di Indonesia yang menjunjung tinggi pernikahan monogami. Oleh karena itu mereka yang menjalani jenis hubungan ini di Indonesia mungkin melakukannya secara diam-diam. Sementara di luar negeri, pasangan yang melakukan open relationship bisa dengan santainya terbuka pada pihak lain. Beberapa pasangan yang pernah menjalani open relationship, termasuk Angelina Jolie dan Brad Pitt, serta Will Smith dan Jada Pinkett Smith.''
Menurut psikolog Meity Arianty STP., M. Psi, fenomena open relationship pada orang Indonesia ini bisa jadi karena terpengaruh gaya hidup dunia barat. Orang yang melakukan hubungan jenis ini biasanya belum siap berkomitmen dengan satu orang saja. Pasangan yang menjalani open relationship ini juga mungkin menganggap hubungan seks hanya sekedar fisik dan tidak berarti apa-apa. Mereka tidak menganggap hubungan intim sepenting pasangan dengan pernikahan monogami yang lebih mempertimbangkan perasaan satu sama lain. Dari sisi psikologis, dapat dikatakan sebetulnya juga cukup sulit untuk menjalani hubungan seksual tanpa melibatkan perasaan cinta sama sekali. Oleh karena itu, ia melihat open relationship bukanlah jenis hubungan bisa bertahan lama karena faktor risiko untuk salah paham bisa lebih besar juga.
Sebelum menilai oke atau tidak, ketahuilah beberapa risiko yang harus dihadapi pasangan yang menjalaninya.
- Risiko kecemburuan
Kecemburuan terhadap partner seks pasangan, berpotensi muncul dalam open relationship. Biasanya, rasa cemburu muncul pada pihak yang cenderung berasal dari keluarga monogami (berkomitmen untuk satu orang) dimana asas perkawinan yang berlaku pada hukum perkawinan Indonesia juga adalah asas monogami.
Kecemburuan biasanya berakar dari ketidakpuasan pihak tersebut, karena ia berharap pasangannya senantiasa hadir untuk dirinya.
- Risiko infeksi menular seksual
Karena pasangan boleh berhubungan seks dengan orang lain, risiko penyakit kelamin tentu secara psikologis menghantui orang-orang yang menjalani open relationship.
Sebab, beberapa orang yang menjalani jenis hubungan ini melakukan seks kasual, sehingga mereka tak sepenuhnya mengetahui riwayat kesehatan teman kencannya.
Apabila kamu saat ini tengah menjalani open relationship, menjalani pemeriksaan infeksi menular seksual dengan rutin, sangat disarankan.
- Risiko perasaan negatif lainnya
Menjalani open relationship juga mungkin menimbulkan perasaan negatif lain, seperti marah dan rasa cemas. Sebab, menjalani hubungan jenis ini, berpotensi mendorong kamu untuk lebih bernegosiasi dengan pasangan, mengenai perasaan yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Kamu perlu membicarakan perasaan yang muncul dengan pasangan. Berkonsultasi dengan terapi pernikahan, juga sangat disarankan. Sebab, terapi untuk pasangan lebih mampu objektif untuk memahami persoalan pasangan. Penting untuk diingat, open relationship adalah hubungan yang terjadi atas persetujuan kedua pihak. Apabila pihak pertama tidak sepakat untuk membiarkan pasangannya berhubungan seks dengan orang lain, pihak kedua tentu tak bisa memaksakan hal tersebut.
Open relationship bukan untuk semua orang meski penelitian yang diterbitkan dalam The Journal of Sex Research mengungkapkan bahwa kelompok orang dengan pernikahan monogami maupun kelompok orang dengan open relationship tampaknya sama-sama dapat menjalankan perannya dengan baik dalam pernikahan.
Persetujuan bersama, kenyamanan, dan komunikasi adalah unsur yang penting—terlepas dari jenis open relationship. Tanpa ketiga hal tersebut dalam open relationship, seks di luar hubungan bisa terasa seperti pengkhianatan dan bisa membuat pasangan sangat tertekan karena kerahasiaan seputar aktivitas seksual dengan orang lain dapat dengan mudah menjadi racun dan menyebabkan perasaan diabaikan, insecure, penolakan, kecemburuan, dan pengkhianatan.
"Hanya orang yang benar-benar siap, paham konsekuensi, tau tujuan dilakukannya yang bisa menjalani hubungan ini. Siap berarti ketika melakukan open relationship kedua belah pihak harus mempunyai kemampuan meregulasi emosi yang baik sehingga ga ada yang baper ketika salah satunya berhubungan seks dengan yang lain, punya rasa percaya yang besar (kalau bisa ada perjanjian do and donts-nya biar jelas), dan kedua belah pihak sama-sama punya tujuan jelas kenapa perlu melakukan open relationship dan apa keuntungannya buat hubungan tersebut. Jadi memang open relationship bukan untuk semua orang karena konsekuensinya ga mudah." - Naomi Ernawati, M. Psi., Psikolog.
Nah, jadi sebenarnya oke atau tidak itu tergantung dari toleransi dan kesepakatan masing-masing pasangan atas pertimbangan-pertimbangan yang ada nih Kleezen. Dari pertimbangan-pertimbangan sebelumnya kalau menurut Kleezen sendiri oke atau engga?
Kalau kamu merasa butuh tempat untuk bercerita mengenai masalah dalam hubunganmu, kamu bisa konseling dengan psikolog Klee loh! Tersedia pilihan konseling individual maupun konseling pasangan! Gunakan kode voucher "MULAIDARIKAMU" untuk dapatkan potongan harga sebesar 50%!