Memahami Karakter Otto Anderson yang Suka Marah-Marah dan Merasa Semua Orang Bodoh!
Otto Anderson adalah karakter dari film “A Man Called Otto” (dibintangi Tom Hanks) yang digambarkan sebagai sosok pria tua yang cerewet dan suka menggerutu. Film ini menceritakan keseharian Otto yang masih dipenuhi oleh perasaan duka setelah ditinggal oleh istrinya 6 bulan sebelumnya.
Karakter Otto yang nyebelin terlihat pada suatu adegan di toko perkakas saat Otto beradu argumen dengan kasir dan pemilik toko karena harga tali yang menurutnya terlalu mahal. Kesal karena permintaannya tidak terpenuhi, akhirnya Otto pun meninggalkan toko sambil menghina anggota staf dengan menyebut mereka "bodoh" dan "orang tolol".
Selain adegan tersebut, sikap pemarahnya pun terlihat ketika ia sedang berinteraksi dengan tetangga ataupun orang asing di sekitarnya yang tertangkap basah melanggar peraturan sepele seperti memarkirkan sepeda sembarangan.
Otto juga menunjukkan sikap bermusuhan (hostile) terhadap tetangganya yang memelihara anjing karena anjing tersebut kerap menggonggong dan buang air di halaman rumahnya. Otto mengancam bahwa ia akan mengubah anjing tersebut menjadi karpet.
Sebenarnya, apa sih yang membuat Otto begitu pemarah dan menyebalkan?
1. Obsesi terhadap keteraturan
Dalam film digambarkan bahwa Otto memiliki obsesi terhadap keteraturan dan lingkungan yang terstruktur, terlihat dari kebiasaan Otto yang selalu menyekop salju secara berulang di halaman rumahnya. Sebaliknya, ketika melihat ketidakteraturan di sekelilingnya, Otto menjadi marah dan frustasi yang memicu yang rasa benci terhadap orang di sekitarnya. Misalnya seperti Otto yang sering mengejek dan bermusuhan dengan orang lain.
2. Trust-issue
Dalam film, Otto digambarkan mudah mengkonfrontasi orang lain yang kesulitan dalam melakukan sesuatu dan bersikeras untuk ‘membantu’ mereka, seperti contoh ketika ia melihat tetangga barunya gagal dalam memarkir truk mereka berkali-kali, Otto langsung menyuruh supir truk tersebut keluar dan mendesak dirinya untuk memarkir mobil tersebut. Hal ini membuat Otto sulit percaya dengan orang lain dan sering mengandalkan dirinya untuk menyelesaikan suatu masalah.
Selain itu, trust issue yang dimiliki oleh Otto juga berkaitan dengan obsesinya pada peraturan. Ketika ada orang yang memarkir sepeda sembarangan, Otto merasa kesal dan menaruh sepeda tersebut di bike rack. Aksi Otto membuat sang pemilik sepeda marah karena ia hanya meninggalkan sepedanya sebentar. Karena itulah Otto mendapatkan julukan “Grumpy Old Man” karena terus mengingatkan orang lain untuk patuh terhadap peraturan.
3. Perasaan berduka
Otto merasa keberadaan Sonya, istrinya, membuat hidupnya yang dulu hanya sebatas hitam-putih menjadi berwarna. Setelah Sonya meninggal, Otto terus melakukan percobaan bunuh diri berkali-kali karena rasa sepi yang menghinggap di tubuhnya. Rasa duka dan kesepian yang Otto alami juga membuatnya tertutup dan mudah sensitif. Otto tidak segan untuk berteriak dan menutup akses rumahnya ketika tetangga dan juga teman dekatnya, Marisol, menyarankan Otto untuk move on dari sang istri.
Meskipun karakter Otto terkesan cukup sulit untuk dihadapi, namun kasih sayang dibalut dengan kesabaran dan empati dari orang sekitarnya membuat Otto melunak dan mulai mengadopsi sisi empatik yang terkubur oleh sikap sinisnya sehingga Ia akhirnya menemukan makna baru pada hidupnya.
“A Man Called Otto” berhasil berhasil menyampaikan jalinan cerita yang terasa kelam menjadi hangat dengan potret sentimental serta insight yang menarik tentang mental health issue pada lansia.
A Man Called Otto dapat ditonton melalui Netflix.