Glorifikasi Mental Illnes. Sebuah Trend?
Di era sekarang di saat teknologi semakin canggih dan kita semakin mudah mengakses apapun, kita mulai banyak menemukan informasi mengenai kesehatan mental lewat berbagai platform, seperti media sosial.
Namun, sekarang ini semakin sering kita jumpai konten, karya, atau produk mengenai kesehatan mental yang kurang tepat dan terkesan menggiring opini seolah-olah gangguan kesehatan mental adalah hal yang sangat keren, trendy, dan akan membuat orang dilihat ‘baik’ jika memilikinya. Hal ini dinilai merupakan glorifikasi gangguan kesehatan mental.
Glorifikasi gangguan kesehatan mental adalah fenomena dimana banyak orang merasa bangga atas gangguan kesehatan mental yang dimiliki.
Gangguan kesehatan mental ditampilkan sebagai hal yang diidam-idamkan dan menarik. Misalnya posting mengenai depresi, self-harm, atau suicide dibuat menarik, estetik, dan digabungkan dengan quotes persuasif atau positif dan menormalisasi hal tersebut.
Tidak jarang gangguan-gangguan ini dijadikan bahan candaan yang ditertawakan. Gangguan kesehatan mental dijadikan memes, gif, atau video lucu untuk mengeluhkan hari-hari yang kurang bersahabat. Atau bahkan untuk menyepelekan gangguan tertentu.
Sangat disayangkan bahwa gangguan kesehatan mental yang seharusnya dipandang sebagai hal yang serius untuk segera ditangani, malah dianggap hal ‘remeh’ dan ‘dibanggakan’ sebagai hal yang perlu dimiliki.
Glorifikasi jadi bumerang.
"Glorifikasi membuat pengetahuan mengenai kesehatan mental yang tadinya positif dan meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental, malah menjadi bumerang dengan adanya orang-orang yang membaca/ melihat informasi setengah-setengah, sehingga tidak menyadari bahwa mental illness berarti juga butuh treatment atau terapi yang tepat untuk menyembuhkannya." - Naomi Ernawati, M. Psi., Psikolog, Senior KLEEXPERT
Apa sih dampak glorifikasi gangguan mental ini?
- Rasionalisasi.
Orang jadi berusaha untuk keluar dari tanggung jawab atau merasionalisasi tindakan buruknya dengan gangguan mental dan berharap orang akan memahaminya, bukannya mencari pertolongan.
Misalnya banyak film atau quotes yang seolah mendukung tindakan self-harm membuat banyak anak muda merasa wajar menyakiti diri ketika menghadapi masalah.
- Self-Diagnose.
Gangguan kesehatan mental yang ditampilkan di film biasanya banyak ditambahkan bumbu tertentu dan belum tentu sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Orang yang hanya menonton dan mendapat informasi yang sangat terbatas ini bisa saja salah mendiagnosa diri sendiri ketika dia mengalami gejala yang hampir mirip dengan gejala yang ditampilkan di film yang ia tonton.
- Dampak bagi orang yang benar-benar sedang mengalami gangguan kesehatan mental.
Mereka mungkin saja menjadi kesulitan mencari bantuan atau dianggap tidak mengalami hal yang serius. Padahal gangguan kesehatan mental sama seperti sakit fisik yang juga perlu diobati.
Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah glorifikasi kesehatan mental ini terus berkembang?
Melansir jawaban dari Kak Naomi Ernawati, M. Psi., Psikolog, Senior KLEEXPERT, berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah glorifikasi kesehatan mental terus berkembang :
- Memberikan informasi yang jelas mengenai gangguan mental dan treatment-nya apa
- Meminta pertolongan/ bertanya pada psikolog ketika mengalami masalah psikologis (bukan curhat di sosial media, influencer, dan sebagainya yang mungkin tidak memberikan informasi akurat)
- Tidak memberi stigma negatif pada gangguan mental.
Jika kamu merasa butuh pertolongan dari psikolog, jangan ragu untuk langsung melakukan konseling dengan psikolog Klee ya!